Senin, 14 Januari 2013

PERUBAHAN SOSIAL DAN PERKEMBANGAN ZAMAN MENDORONG KAUM PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR PUBLIK



PERUBAHAN  SOSIAL DAN  PERKEMBANGAN  ZAMAN MENDORONG  KAUM  PEREMPUAN  BEKERJA DI SEKTOR  PUBLIK


                                                          susun Oleh
ELIUS            : GWIJANGGDiE
NPM               : 10510003

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas wijaya kusuma surabaya
Tahun Akademik  2011/2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa saya telah menyelesaikan  artikel yang berjudul: Kekerasan pada istri dalam rumah tangga Berdampak Terhadap Kesehatan reproduksi. Walaupun masih jauh dari kesempurnaan, namun saya bersyukur  dapat selesai tepat waktu dan untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat mem-bangun untuk perbaikan artikel ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Tim Dosen yang telah memperluas wawasan kami.
Dengan segala kerendahan hati kami berharap artikel ini berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
I.   PENDAHULUAN.................................................................................................1
  A.  Latar Belakang ………………………………………………………………..….1
  B. System Ide…………………………………………………………………………1

II.  PEMBAHASAN....................................................................................................6
A.   System Perilaku......................................................................................................6
B.   Peran perempuan dalam pembangunan……………………………………..……7
C.   System   Teknologi Suku Dani..............................................................................10
III. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................18
A. Kebudayaan  Mengadapi   Masa  Depan............................................................18
B.  Kebudayaan Sebagai  Pariwisata .......................................................................18
C.  Kesimpulan........................................................................................................,.18













BAB.I


A.      Latar Belakang
System Sosial Suku Dani, Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih banyak mengenakan “koteka” (penutup penis) yang terbuat dari kunden kuning dan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di “honai-honai” (gubuk yang beratapkan jerami/ilalang). Jayawi Jaya terletak di Pegunungan Tengah Papua. Ibukota Kabupaten Wamena. Jayawi Jaya dimekarkan empat Kabupaten baru yakni : Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Punjak Jaya, dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Jayawi Jaya beriklim tropic basah, hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian di permukaan laut dengan temperatur udara bervariasi antara 80-200 celcius dengan suhu rata-rata 17,50 celcius dengan hari hujan 152,42 hari pertahun tingkat kelembaban diatas 80%, angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5 knot.
 Topografi Jayawi Jaya terdiri dari gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju misalnya Pucak Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur, tanah liat dan lempung.








B .System Ide

          Masyarakat dikota maupun didesa pastilah membutuhkan seorang pemimpin untuk dapat mewujudkan hidup damai dan serta Rukun, dengan menjunjung tinggi semangat kebersamaan. didalam suku dani terdapat suatu bentuk organisasi yang dibuat oleh orang orang asli suku dani, yang diketuai oleh kepala suku. dia dipilih secara turun temurun dan mendapat sebuah panggilan didalam suku dani yaitu “Ap kain”yang di pimpin oleh perempuan.Peran perempuan suku dani dalam konteks berbangsa dan bernegara, banyak mengalami pasang surut seiring dengan situasi dan perkembangan keadaan. Pada masa revolusi fisik maupun di awal-awal kemerdekaan indonesia, kaum perampuan di suku dani mempunyai peran dan porsi yang cukup signifikan, baik dalam usaha meraih kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukti-bukti sejarah maupun cerita tantang sejarah ( The tale of history) banyak bercerita bagaimana perjuangan dan keteguhan kaum perempuan suku dani dalam membantu para pejuang untuk mengusir para penjajah. Mereka ada di posko-posko kesehatan maupun di dapur-dapur umum, untuk mendukung setiap pergerakan dari para pejuang kita. Mereka telah memberikan semangat dan inspirasi tersendiri para pejuang dalam usaha ikut aktif mempertahankan kemerdekaan bangsa.
          Didalam menjalankan tugas tugas nya “Ap Kain” dibantu oleh tiga istri-isrin dari tiga kepela suku dan yang lain dibawah kedudukannya. Mereka mendapat julukan “Ap Menteg, Ap Horeg, dan Ap Ubaik.”Tugas mereka adalah mengurus perawatan kebun dan binatang-binatang ternak (babi), selain itu juga menjadi penengah sekaligus hakim ketika ada perselisihan antar suku dani. Walaupun jalur pemilihannya melalui garis keturunan. Ketua suku yang terpilih tetap harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan-persyaratannya meliputi, yaitu :
-       Mengetahui pengetahuan dasar tentang dunia pertanian (ilmu pertanian)
-       -Ramah dan juga rendah hati,
-       -Terampil berburu
-       -Memiliki nyali yang tinggi
-       -Bisa melakukan komunikasi dengan baik
-       -Memiliki keberanian yang tinggi untuk melakukan perang antar suku , apabila ada masalah/ permasalahan dengan suku yang lainnya.


BAB.II

PEMBAHASAN SYSTEM PERILAKU

A.System Perilaku Suku Dani
          Budaya Suku dani dalam menjalani hubungan bermasyarakat terbagi dalam beberapa system kekerabatan atau kekeluargaan , berikut system kekerabatan suku dani :
1.    Hubungan kekeluargaan yang paling kecil meliputi sebuah perkumpulan yang terdiri dari dua sampai tiga keluarga yang secara bersama-sama tinggal disebuah komplek yang ditutup dengan menggunakan pagar bambu atau tanaman tanaman kering. System ini biasa dinamakan ukul atau klan yang kecil
2.    Hubungan antar suku dani yang didalamnya  terdapat beberapa kelompok ukul. Kelompok atau system ini biasa disebut ukul oak atau ukul besar.
3.    Hubungan territorial , yaitu suatu bentuk hubungan antar kekeluargaan disuku dani, yang kesatuannya terdiri dari terirorial yang paling kecil suku dani. Merupakan gabungan dari ukul besar / ukul oak yang diberi nama uma kelompok atau kesatuan ini sebenarnya dipimpin oleh kaum laki-laki tetapi pada saat  kaum perempuan yang bekerja di sektor publik, dan membangun suatu organisasi yang bernama Ap kain,

B. Peran Perempuan Dalam Pembangunan

           Peran perempuan Indonesia dalam konteks berbangsa dan bernegara, banyak mengalami pasang surut seiring dengan situasi dan perkembangan keadaan. Pada masa revolusi fisik maupun di awal-awal kemerdekaan, kaum perampuan di Indonesia mempunyai peran dan porsi yang cukup signifikan, baik dalam usaha meraih kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukti-bukti sejarah maupun cerita tantang sejarah ( The tale of history) banyak bercerita bagaimana perjuangan dan keteguhan kaum perempuan Indonesia dalam membantu para pejuang untuk mengusir para penjajah. Mereka ada di posko-posko kesehatan maupun di dapur-dapur umum, untuk mendukung setiap pergerakan dari para pejuang kita. Mereka telah memberikan semangat dan inspirasi tersendiri para pejuang dalam usaha ikut aktif mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Begitu pula dimasa awal-awal pembangunan di era tahun 70-an. Terlepas dari kepentingan politik tertentu, kaum perempuan di Indonesia telah terlibat secara aktif dan positif dalam menggerakkan roda-roda pembangunan sebagaimana tercermin dalam berbagai bentuk perkumpulan, seperti Dharma Wanita, PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia), di pos-pos Yandu maupun di lingkungan ibu-ibu PKK di seluruh tanah air.

Sistem kekerabatan masyarakat suku dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok teritorial.

a. Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima). Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang disebut siimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
b. Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
c. Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).

Ø  Wujud Budaya

Pakaian asli Suku dani sangatlah minim untuk yang lelaki hanya memakai kulit labu air yang sudah kering yang mereka sebut sebagai koteka, sedangkan untuk kaum wanitanya hanya menggunakan rok dari untaian-untaian serat rumput, koteka sendiri ada beberapa macam, yang pendek mereka gunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti saat mencari rumput ataupun pergi ke ladang, sedangkan untuk acara resmi atau upacara mereka menggunakan koteka yang panjang dengan hiasan-hiasan ataupun motif-motif tertentu.

          Laki-laki dewasa dan laki-laki remaja tinggal di rumah yang berbeda dari ibu, wanita dewasa, wanita remaja serta anak-anak. rumah untuk laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan untuk kaum wanita, sedangkan untuk bentuk rumahnya sendiri tidak jauh berbeda. struktur rumahnya melingkar mempunyai diameter 4-5 meter ditutup dengan atap kerucut dari rumput-rumput kering. dinding rumah terbuat dari lembaran kayu atau kulit kayu, mereka menggunakan rotan untuk mengikat antara kulit yang satu dengan yang lain. Setiap komunitas kampung dani terbagi dalam dua masyarakat yang pertama disebut wida yang kedua disebut waiya, pernikahan resmi suku dani biasanya terjadi diatara dua kelompok masyarakat tersebut. satu kelompok masyarakat terdiri dari beberapa klan patrilineal yang akhirnya system pernikahan mereka bersifat eksogami patrilokal, para suami dan lelaki yang sudah remaja lebih senang menghabiskan waktu di rumah bujang dibandingkan dengan rumah keluarga, hubungan denga saudara laki-laki ayahnya sangat mempengaruhi kehidupan sosial mereka.
           Politis suku dani dipengaruhi oleh dua klan yang dominan di suku mereka, mereka akan mengadakan rapat klan apabila ada sesuatu yang perlu dibicarakan terutama menghadapi ancaman peperangan dari luar. Kepemimpinan kelompok dani barat terbagi menjadi 3 tingkatan, antara lain pemimpin pedukuan (bagian dari kampung) yang disebut nagawan, yang kedua pemimpin rapat (subkonfederasi) yang disebut sebagai “ap nggowok” yang ketiga adalah pemimpin konfederasi yang disebut “ap endage mbogot”.
Suku dani juga memiliki tradisi yang cukup ekstrim apabila kita melihatnya. Tradisi yang sangat ekstrim di suku dani adalah tradisi “Potong Jari Tangan” Harapannya adalah dengan menggigit ibu jari kelingking, bayi dapat berbeda dari yang lain dan diharapkan dapat hidup lebih lama dibanding yang lainnya.
           Mungkin berikut ini adalah salah satu tradisi yang sangat ekstrim didengar, tradisi potong jari ini terjadi di Suku Dani di Papua.
Tradisi potong jari ini dilakukan oelh masyarakat suku dani dengan tujuan perwujudan dari rasa kesedihan masyarakat suku dani itu sendiri , pada acara pemakaman, selain memotong jari orang suku dani juga melumuri wajah mereka dengan abu dan tanah liat. Sebagai ungkapan kesedihan mereka. Perlu juga diketahui oleh kita semua , bahwa perwujudan potong jari ini banyak dilakukan oleh kaum wanita suku dani sebagai ungkapan kesedihan mereka. Menurut keyakinan suku dani, jika orang yang meninggal dianggap kuat, diyakini bahwa roh roh mereka juga mengandung kekuatan yang sama juga. Dalam rangka untuk menenangkan dan mengusir roh-roh  beberapa praktek juga diikuti. Gadis yang terkait dengan si mayat memiliki bagian atas jari-jari mereka dipotong. sebelum dipotong jari jari akan terikat dengan string untuk lebih dari 30 menit. Setalah amputasi, jari-jari diijinkan untuk kering, sebelum mereka dibakar dan abunya dikuburkan dalam sebuah area khusus.
Penjelasan lain adalah bahwa rasa sakit fisik melambangkan penderitaan dan rasa sakit atas segala rasa kehilangan dari orang yang dicintainya. Dalam kasus tersebut , jari tangan akan dipotong oleh keluarga terdekat sepeti ibu, ayah ataupun saudara.dalam ritual aneh lainnya ibu jari kelingkking bayi juga digigit oleh ibu mereka. Ini mungkin berasal dari waktu ketika bayi baru lahir kebanyakan darinya meninggal.

C.Sistem Tekhnologi Suku Dani

      Suku Dani adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Wamena, Papua, Indonesia yang membentang di antara lekukan lekukan Pegunungan Tengah Jaya Wijaya. Di lembah inilah masyarakat Suku Dani hidup Harmonis dan menyatu dalam pelukan pegunungan yang mengelilinginya serta alam Papua yang indah dan menawan. Meskipun banyak orang menyebut mereka dengan sebutan Suku Dani, namun orang Suku Dani sendiri menyebut mereka sebagai Suku Parim. Suku Dani atau Suku Parim ini termasuk suku yang masih memegang teguh kepercayaan mereka.Suku Dani adalah Suatu suku yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani yang terampil dan juga dahulu terkenal sudah menggunakan alat alat perkakas bahkan disaat diketemukan oleh para ahli, warga suku dani telah mengenal penggunaan perkakas-perkakas seperti: kapak batu, pisau yang terbuat dari tulang binatang dan lain sebagainya. Di pegunungan tengah Irian Jaya, terletak sebuah lembah besar dengan panjang 72 km  dan  lebar 16 - 31 km, dihuni oleh  prajurit dan petani Neolitik. Suku Dani dan suku-suku sub lain seperti Yali dan Lani dengan budaya mereka yang sangat kompleks dan primitif, yang masih terlihat seperti "zaman batu".Lembah Baliem terletak di Kabupaten Wamena, Irian Jaya, yang dikenal sebagai rumah dari suku asli Papua. Pada decade terakhir ini  suku yang paling terisolasi oleh rawa dan pegunungan. Mereka hidup diantara belukar, masih memelihara serta mengangkat babi sebagai hewan peliharaannya atau bisa dikatakan hewan buruannya. Mereka masih menggunakan teknolo gi Neolitik dari Dunia masa lalu. Ada sekitar kurang lebih  250.000 suku Dani yang hidup di pegunungan tengah. Lembah Baliem. Salah satu suku tertua di dataran papua yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi  di Provinsi Papua.  Suku Dani membangun pondok mereka dalam suatu senyawa yang baik, dimana  mengekspresikan adaptasi lingkungan dan karakter Dani. Suhu dari dataran tinggi yang berkisar antara 26 derajat Celcius pada siang hari dan 12 derajat pada malam hari. Hutan-hutan di mana suku Dani bermukim sangat kaya akan flora dan fauna yang tak jarang bersifat endemic seperti cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragam warna dan coraknya.Untuk budaya dari Suku Dani sendiri, meskipun suku Dani penganut Kristen, banyak diantara upacara-upacara mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Suku Dani percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan nyanyian, tarian dan persembahan terhadap nenek moyang. Peperangan dan permusuhan biasanya terjadi karena masalah pelintasan daerah perbatasan, wanita dan pencurian.
          Pada rekwasi ini, para prajurit biasanya akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu, kus-kus, sagu rekat, getah pohon mangga, dan bunga-bungaan di bagian tubuh mereka. Tangan mereka menenteng senjata-senjata tradisional khas suku Dani seperti tombak, kapak, parang dan busur beserta anak panahnya. Salah satu kebiasaan unik lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk alat musik yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya adalah alat musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan telinga mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu. Jajaran Pegunungan Trikora jadi benteng alami sekaligus penyedia kehidupan. Di lereng pegunungan ini, mereka bercocok tanam dan beternak hewan. Tanah vulkanis yang gembur pun ditanami umbi-umbian, jahe, pisang, dan timun.
         Sebagai suku yang masih terjaga keasliannya, masyarakat Dani membuat peralatan sederhana berbahan batu dan tulang. Tulang-tulang itu mewakili gaharnya Suku Dani, yang juga terkenal sebagai pejuang. Sedangkan batu menjadi basis tradisi Bakar Batu, yakni memasak babi di atas batu panas.









       E.Sistem Tekhnologi Suku Dani

Ø  . Sistem Ide
            Modernisasi mengandung pengertian pembaharuan yang meliputi seluruh aspek kehidupan, pergantian cara poduksi, pikiran dan perasaan yang mengarah kepada hal-hal yang baru: nilai-nilai/norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang serta interaksi sosial dan seterusnya untuk suatu kehidupann yang lebih baik dan lebih layak. Modernisasi merupakan proses sistematik. Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir segala aspek tingkah laku sosial, termasuk didalamnya industrialisasi, urbanisasi, sekularisasi, sentralisasi dan sebagainya. Dalam rangka mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai tradisional secara total harus diganti dengan seperangkat sruktur dan nilai-nilai modern. Untuk hal ini, Huntington , menyatakan, bahwa teori modernisasi melihat ‘modern’ dan ‘tradisional’ sebagai dua konsep yang pada dasarnya bertentangan (asimetris). Karena itu ahli sejarah dunia Marshall Hodgson lebih cenderung tidak menamakan zaman mutakhir umat manusia yang dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi ini sebagai ‘Zaman’ Modern’-karena konotasi perkataan ‘modern’ yang selalu positif- melainkan ‘Zaman Teknik’ (teknik age) dengan konotasi yang netral, dapat baik dan dapat pula buruk. Karena kenetralan ‘Zaman Teknik’ itu maka peran etika amat penting.Bahkan Roger Garaudy (Muallaf, nama syahadatnya, Muhammad Nuruddin), menyebut zaman teknik sebagai ‘agama piranti’; Yakni suatu zaman yang didominasi oleh piranti, teknik atau instrumen, dan sedikit sekali menjawab apa sebenarnya tujuan intrinsik dari semua itu. Piranti, teknik, dan instrumen menjadi tujuan dalam dirinya sendiri sehingga menguasai hidup manusia dan menjadi agama baru. Sampai bulan April 1954, waktu beberapa orang pendeta Nasrani dari Amerika Serikat dari organasasi penyiaran agama Cristian and Missionary Alliance (disingkat CAMA) tiba, orang Palim masih hdup terpencil dari dunia luar. Mereka pada waktu itu masih menggunakan alat batu yang sama bentuknya seperti oleh para ahli prasejarah diperkirakan berasal dari kala Neolitik, sehingga mereka seakan-akan masih berada dalam Zaman Batu Neolitik. Para pendeta itu kemudian beberapa pusat penyiaran agam di bagian selatan Lembah Balim di daerah konfederasi Asso-Lokobal/Asso-Wetipo (sic). Dengan kehadiran para pendeta itu sebahagian orang Dani tiba-tiba dihadapkan pada dunia luar yang diwakili orang-orang bule, yang cara hdupnya dilengkapi peralatan yang serba modern, dari yang berukuran kecil yang dipakai sehari-hari, sampai pesawat terbang, yang mereka gunakan sebagai alat transportasi untuk keluar masuk daerah Lembah Balim.
Kontak dengan dunia luar menjadi lebih merata ketika pemerintah Belanda dalam tahun 1956 mendirikan pos pemerintah di Wamena, yang dilengkapi dengan lapangan terbang yang dapat didarati pesawat-pesawat sebesar Dakota dan ketika organisasi penyiaran agama Katolik Minnebriders Fransiskanan membuka pusat kegiatannya di Wamena dua tahun kemudian.

Ø  . Sistem Perilaku

Kontak awal suku Dani di Balim terjadi pada tahun 1926, dengan kedatangan expedisi ilmiah Steerling. Proses modernisasi pada masyarakat Balim seperti dicatat dalam buku ‘Kebuadayaan Jayawi Jaya’, disunting Astrid Susanto (1994) terjadi menurut tahapan kurun waktu, sebagai berikut :
1). Masa kontak expedisi Steerling pada tahun 1926;
2). Masa kontak budaya pada tahun 1954-1962.
Kontak modernisasi disini lebih pada budaya material (kapak, pembukaan pos-pos pemerintah/missi serta pembukaan jalan-jalan raya (zaman pemerintahan kolonial Belanda).
3). Masa integrasi pada tahun 1963-1969.
Pada masa ini Suku Dani terintegrasi kedalam negara RI melalui Penpres 1 tahun 1963 dan pada tanggal 16 September 1969 dengan peristiwa Pepera.
4). Masa awal pembangunan pada tahun 1970-1974.
Pada masa ini pembangunan belum banyak tampak, banyak sekolah dibuka, komunikasi cukup lancar, perumahan dikota Wamena makin bertambah, pos-pos di kecamatan dan jalan-jalan raya dibangun, rumah sakit dan seterusnya.
5). Masa Adaptasi pada tahun 1975-1981. Pada masa ini banyak pendekatan pembangunan dilakukan sebagai adaptasi sosial-budaya, Pemerintah Desa dibentuk menurut UU Mendagri No. 5 Thn 1974, kursus pelopor pembangunan desa dibuka (KPPD) sebagai tempat pengkaderan dari wakil tiap desa yang dibentuk. Proses pembangunan diterima baik dalam bernahasa Indonesia yang baik dan banyak hal mengalami penyesuaian dan perubahan.
6.). Masa transisi pada tahun 1982- sampai sekarang
Sebagaimana pada umumnya daerah Pegunungan Tengah Papua, dalam tahun 1980-1990 awal, Suku Dani, banyak di jumpai kaum prianya mengenakan busana Koteka dan rumbai bagi wanitanya. Dikota kini tidak banyak dijumpai, namun daerah-daerah yang masih terisolasi dan jauh dari pusat pemerintahan banyak terdapat penduduknya yang masih mengenakan Koteka sebagai lambang ketertinggalan dan keterbelakangan. Usaha moderinisasi baru dilakukan oleh oleh aparat militer Indonesia seperti dalam operasi task force oleh Gubernur Aqub Zaenal pada tahun 1970-an awal. Tapi dalam pengertian sesungguhnya usaha modernisasi dilakukan oleh Missionaris dan pemerintah Indonesia.
































BAB.III

PENUTUP

A.   Kebudayaan Menghadapi Masa Depan.

          Pergesaran kebudayaan pastilah terjadi diseluruh Negara didunia,termasuk dinegara kita Indonesia. Perkembangan serta pergeseran kebudayaan menunjukkan adanya perubahan dalam tubuh suatu Negara dan bangsa. Perkembangan budaya dalam suatu Negara biasanya tidak sebatas pada suatu objek atau aspek saja. Tetapi perkembangan yang menyeluruh keseluruh atau hanya beberapa bagian saja.
Perkembangan kebudayaan di Indonesia sebenarnya sejalan dengan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Dan Tekhnologi) yang berkembang pesat saat ini. Tingkatan ekonomi,pendidikan dan sosiologi turut mempengaruhi budaya diIndonesia. Budaya Indonesia yang sifatnya heterogen tentunya dapat kita bagi menjadi kelompok besar yaitu: budaya Indonesia klasik dan budaya Indonesia modern(masa kini).
Perkembangan budaya Indonesia kini tidak lah terlepas dari peran budaya klasik. Para ahli budayawan Indonesia pun setuju dengan pada kesimpulan kesimpulan tersebut. Kebudayaan klasik bangsa Indonesia adalah sebuah kebudayaan yang berkembang pada zaman kerajaan kuno. Dari kebudayaan klasik kita dapat mengutip beberapa pelajaran tentang contohnya kearifan local dalam suatu tempat atau objek budaya.
        Belajar dari kearifan local maka kita akan mempelajari berbagai dimensi kebudayaan. Dimensi tersebut mencakup kesenian,filsafat, sastra dan agama. Misalnya saja kita dapat mengapresiasikan  sastra klasik sehingga kita dapat  dapat mencermati  seperti apa kehidupan masa lalu bangsa Indonesia. Dimensi agama,tarian,lukisan,nyanyian,wayang. Bahkan filsafat perang sekalipun merupakan bagian dari cipta dan karya bangsa Indonesia dimasa lampau. Dengan demikian kita dapat mengetahui dan dapat mengenal kebudayaan bangsa kita sendiri pada masa lalu, juga serta dapat menghargai dan mengapresiasikannya kembali dengan cara-cara yang dapat dikenal orang lain serta mengajak untuk bisa mempertahankannya salah satu contohnya dibidang pariwisata kita dapat mengenalkan kembali itu semua kepada turis-turis asing agar mereka pun mengenal, mengetahui dan akhirnya dapat menghargai juga membantu mempertahankannya agar tidak tenggelam dimakan perubahan zaman yang kian pesat oleh majunya dunia tekhnologi dan lain sebagainya.
       Kearifan lokal yang dimiliki kebudayaan klasik memang terbilang agak tua atau bahkan terdengar sekarang kuno. Namun dari hal itulah terbukti  mampu bertahan lama dan tidak menyebabkan  kerusakan terhadap hal apapun. Sebagai contohnya, lihatlah bagaimana masyarakat baduy atau masyarakat kampung pulo di Tasikmalaya dapat mampu menjaga kelestarian alam serta mempertahankan keasriannya sebagai warisan budaya atau warisan nenek moyang mereka yang mereka jaga dengan teguhnya sampai saat ini juga.
Maju mundurnya atau timbul tenggelamnya satu budaya termasuk budaya lokal tergantung pada perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Ini dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pandangan hidup atau sistem kehidupan yang tumbuh subur dalam masyarakatnya. Perubahan dalam masyarakat merupakan hasil dari 'pertemuan' nilai-nilai. Ada 'interaksi' antara nilai yang satu dan nilai yang lain'; ada 'dialog' antara pandangan hidup yang satu dan pandangan hidup yang lain. Ada ujian terhadap masing-masing sistem kehidupan.
       Masyarakat akan berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai, pandangan hidup atau sistem kehidupan yang diterima. Tindakannya merupakan pancaran dari nilai, pandangan hidup dan sistem kehidupan yang diterima. Bagaimana masyarakat berpikir, bertindak, bekerja, menggunakan waktu, berkeluarga, berkehidupan sosial, bertetangga, dan melakukan aktifitas lainnya- ini semua merupakan gambaran dari nilai-nilai yang diterima masyarakat.
        Namun, perubahan dalam masyarakat tidak dapat lepas dari perubahan yang terjadi dalam unit masyarakat yang terkecil, yaitu keluarga. Bila dirinci, ini tidak lepas dari perubahan dalam tiap individu. Perubahan dalam individu merupakan induk dari perubahan masyarakat. Bila individu berubah- ini bisa memicu perubahan dalam masyarakat dan perubahan budaya termasuk budaya lokal. Individu yang terus berubah ke arah yang lebih baik akan menjadi manusia yang utuh. Ia menjadi sosok manusia yang bekerja dengan rasa tanggungjawab, mengerjakan pekerjaan sesuai bakat, bekerja secara rasional, bekerja secara sistematis, bekerja efisien, bekerja keras, bekerja dengan rajin, bekerja dengan tekun, bekerja dengan pengharapan, dan bekerja dengan rasa cinta kepada Tuhan dan sesama. Lambat laun ia mempengaruhi orang-orang di sekelilingnya bahkan berpotensi untuk mempengaruhi masyarakat. Jadi, perubahan individulah sebagai dasar perubahan masyarakat.
       Perubahan yang terjadi pada masyarakat akan mempengaruhi budaya. Ini akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan yang lain. Tidak mengherankan bila budaya-budaya lokal mengalami perubahan. Ini saya lihat sendiri dalam masyarakat Batak. Ada banyak perubahan terjadi dalam masyarakat dan budayanya. Salah satu contoh yang terjadi di kota adalah bahwa mayoritas putra-putri Batak yang lahir dan besar di kota tidak bisa berbahasa daerah. Tulisan-tulisan dalam bahasa Batak minim dan kalah bersaing dengan tulisan-tulisan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Itu fakta. Apakah budaya lokal akan bertahan di masa-masa mendatang? Apakah budaya Jawa, budaya Batak, budaya Sunda, dan budaya lainnya akan bertahan?
       Putra-putri Indonesia tidak perlu mengkwatirkan perubahan dalam budaya nasional. Bahkan kalaupun budaya daerah tergusur, kita tidak perlu kuatir selama nilai-nilai yang unggul diterima dan berkembang dalam masyarakat lokal. Tidak ada hukum bahwa budaya 'kecil'l harus terus bertahan atau dipelihara. Masyarakat yang menerima nilai-nilai yang lebih tinggi akan menghadirkan budaya-budaya yang sesuai dengan nilai-nilai yang diterima. Ini prinsip yang tidak dapat dibantah. Masyarakat yang mau maju akan semakin terbuka terhadap nilai-nilai yang tinggi. Masyarakat yang demikian lambat laun akan meninggalkan nilai-nilai yang 'kurang bermutu'. Dengan kata lain, budaya yang berdasarkan pada nilai-nilai 'kebenaran yang parsial' tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Perubahan budaya - apakah itu budaya besar ataupun budaya lokal- merupakan konsekuensi dari benturan nilai-nilai antara budaya yang 'lebih tinggi' dengan 'budaya yang lebih rendah.' Hal yang perlu direnungkan adalah sejauh mana kita mau menerima nilai-nilai dari budaya yang lebih tinggi dan memprakttekannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan sebuah 'petualangan.' Ada tiga unsur budaya yang penting: ide atau gagasan, tindakan, dan produk.
Benturan Budaya Nasional dengan Budaya Luar
       Benturan budaya tak terelakkan. Diperlukan jiwa yang besar bila suatu saat nilai-nilai budaya kecil akan tersisih oleh karena hadirnya nilai-nilai dari budaya luar.
Bagaimana Menilai Budaya
Ada tiga opsi untuk menilai budaya. Pertama adalah dengan menggunakan dasar negara kita, yaitu Pancasila

B.   Kebudayaan sebagai Aset Pariwisata

         Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas.
Pariwisata merupakan suatu fenomena yang terdiri dari berbagai aspek, seperti: ekonomi, teknologi, politik, keagamaan, kebudayaan, ekologi, dan pertahanan dan keamanan. Melalui pariwisata berkembang keterbukaan dan komunikasi secara lintas budaya, melalui pariwisata juga berkembang komunikasi yang makin meluas antara komponen-komponen lain dalam kerangka hubungan yang bersifat saling mempengaruhi Kebudayaan sebagai salah satu aspek dalam pariwisata dapat dijadikan sebagai suatu potensi dalam pengembangan pariwisata itu. Hal ini disebabkan, dalam pengembangan pariwisata pada suatu negara atau suatu daerah sangat terkait dengan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah atau suatu negara. Indonesia, misalnya dengan bermodalkan kekayaan kebudayaan nasional yang dilatari oleh keunikan berbagai kebudayaan daerah bisa menggunakan kebudayaan sebagai salah satu daya tarik wisatawan.Pengembangan kepariwisataan yang bertumpu pada kebudayaan lebih lanjut diistilahkan dengan pariwisata budaya.
       Dengan kata lain, pariwisata budaya adalah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaanPariwisata sebagai suatu fenomena yang terdiri dari berbagai aspek tentu akan berpengaruh terhadap aspek-aspek tersebut, termasuk kebudayaan yang merupakan salah satu aspek pariwisata. Apalagi pengembangan pariwisata di Indonesia bertumpu pada kebudayaan nasional Indonesia, tentu perkembangan pariwisata akan berdampak bagi kebudayaan nasional IndonesiaDampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap kebudayaan tidak terlepas dari pola interaksi di antaranya yang cenderung bersifat dinamika dan positif. Dinamika tersebut berkembang, karena kebudayaan memegang peranan yang penting bagi pembangunan berkelanjutan pariwisata dan sebaliknya pariwisata memberikan peranan dalam merevitalisasi kebudayaan.
       Yang perlu juga menjadi pemikiran kita bersama, yaitu pola pembinaan kebudayaan dalam arti luas sebagai pendukung kepariwisataan. Sudah menjadi kenyataan devisa yang dihasilkan dari pengembangan pariwisata, digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Devisa itu dibagi-bagi ke semua aspek pembangunan, sehingga dirasakan sangat kecil kembali pada bidang kebudayaan. Padahal secara nyata kebudayaan itulah sebagai penopang paling besar dalam pariwisata untuk mendatangkan devisa. Oleh karena itu, ada kesan “budaya untuk pariwisata”.
      Dengan demikian, kebudayaan di sini tereksploitasi secara besar-besar dan hanya digunakan sebagai bahan promosi tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikannya. Kini banyak objek wisata yang tidak tertata akibat dana pemeliharaan yang terbatas. Salah satu contoh konkret adalah Museum Subak yang ada di Kabupaten Tabanan, Bali. Museum ini meruapakan aset budaya Bali yang tak ternilai harganya. Sayang, kini museum itu sepertinya hanya tinggal kenangan.




A.  KESIMPULAN

Berdasar data statistik penduduk jumlah perempuan di Indonesia sebanyak 50,3% dari total penduduk. Hal ini berarti di Indonesia jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan jumlah perempuan yang demikian besar maka potensi perempuan perlu lebih diberdayakan sebagai subyek maupun obyek pembangunan bangsa. Peranan strategis perempuan dalam menyukseskan pembangunan bangsa dapat dilakukan melalui:
1.      Peranan perempuan dalam keluarga, Perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari peran perempuan dalam memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai generasi penerus bangsa.
2.      Peranan perempuan dalam Pendidikan, Jumlah perempuan yang demikian besar merupakan aset dan problematika di bidang ketenaga kerjaan. Dengan mengelola potensi perempuan melalai bidang pendidikan dan pelatihan maka tenaga kerja perempuan akan semakin menempati posisi yang lebih terhormat untuk mampu mengangkat derajat bangsa.
3.      Peranan perempuan dalam bidang ekonomi, Pertumbuhan ekonomi akan memacu pertumbuhan industri dan peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kualitas hidup. Di sektor ini perempuan dapat membantu peningkatan ekonomi keluarga melalaui berbagai jalur baik kewirausahaan maupun sebagai tenaga kerja yang terdidik.












DAFTAR   PUSTAKA


Anneahira perkembangan-budaya.
Putra-putri-indonesia.com/budaya-lokalwanita dalam pembangunan
Subadra.wordpress./2007/03/14/hubungan-dan-permasalahan-antara-pariwisata-kebudayaan-dan-bahasa/
-       Yoeti, Oka A. 1983. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata.
-       Yoeti,Oka A.1996.Pengantar Ilmu Pariwisata.
-       Geriya, Wayan. 1996. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional,
-       Spillane, James J. 1989. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar